Pinjaman

Apa itu Wanprestasi Pengertian, Unsur, & Dampak Hukum

Apa itu Wanprestasi: Pengertian, Unsur, & Dampak Hukum

Labalance.id – Wanprestasi merupakan sebuah tindakan ingkar janji yang dilakukan dalam sebuah perjanjian yang telah dibuat di atas materai. Pahami apa itu wanprestasi, unsur-unsur serta dampak hukum yang melekat pada fenomena ini. Namun, jika Anda sudah terjebak dalam sebuah perjanjian yang memiliki potensi wanprestasi tinggi, Anda memiliki opsi untuk mengajukan gugatan wanprestasi ke pengadilan perdata. Ingin mengetahui lebih lanjut? Di bawah ini, Kami menyediakan informasi tentang apa itu wanprestasi, unsur-unsurnya, dan pasal-pasal yang mengatur hal ini. Apa Itu Wanprestasi? Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda “wanprestatie” yang artinya tidak memenuhi prestasi atau kewajiban dalam sebuah perjanjian. Menurut KBBI, wanprestasi adalah tindakan salah satu pihak dalam perjanjian yang memiliki prestasi buruk karena kelalaiannya. Dengan demikian, wanprestasi adalah ketika salah satu pihak dalam sebuah perjanjian di atas materai tidak memenuhi kewajibannya karena kelalaiannya sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut. Pasal wanprestasi 1234 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) menyebutkan bahwa, “Penggantian biaya, kerugian, dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.” Sementara gugatan wanprestasi dapat diajukan sesuai aturan KUHPer pasal wanprestasi 1267. Terdapat pasal-pasal wanprestasi lainnya antara lain: Pasal 1243 BW mengenai kewajiban mengganti kerugian yang diderita oleh salah satu pihak. Pasal 1267 BW mengatur pemutusan kontrak perjanjian bersamaan dengan pembayaran ganti kerugian. Pasal 1237 ayat (2) BW terkait penerimaan peralihan risiko sejak wanprestasi. Pasal 181 ayat (2) HIR tentang penanggungan biaya perkara di pengadilan. Contoh kasus wanprestasi sering kali dijumpai dalam utang-piutang, kerja sama proyek atau bisnis, dan sebagainya. Biasanya pada utang-piutang sering dijumpai kasus di mana kreditur tidak sanggup membayar kewajibannya dengan berbagai alasan, akibatnya merugikan pihak debitur. Sedangkan contoh kasus wanprestasi dalam kerja sama proyek atau bisnis, misalnya terjadi antara pemodal dan pelaku usaha. Ketika bisnis menghasilkan laba, persentase pembagian profit tidak sesuai dengan perjanjian di awal, sehingga salah satu pihak merasa dirugikan. Bentuk-Bentuk Wanprestasi Setelah memahami pengertian wanprestasi, penting untuk memahami bentuk-bentuknya yang sering dijumpai dalam masyarakat. Adapun bentuk-bentuk wanprestasi adalah sebagai berikut: Janji Melakukan Sesuatu, Tapi Tidak Dilaksanakan: Salah satu pihak telah berjanji dalam perjanjian, namun tidak melaksanakan janji tersebut, yang merupakan bentuk wanprestasi. Melakukan Janji Tapi Terlambat: Salah satu pihak melaksanakan janji, tetapi terlambat dalam memenuhi kesepakatan tersebut, yang juga termasuk dalam bentuk wanprestasi. Melakukan Janji, Tapi Tidak Sesuai Kesepakatan: Salah satu pihak memenuhi kewajibannya tepat waktu, tetapi pelaksanaannya tidak sesuai dengan kesepakatan awal, sehingga juga termasuk dalam bentuk wanprestasi. Melakukan Sesuatu yang Dilarang dalam Perjanjian: Salah satu pihak melanggar perjanjian dengan melakukan tindakan yang dilarang dalam perjanjian, yang juga merupakan bentuk wanprestasi. Unsur-Unsur Wanprestasi Terdapat unsur-unsur wanprestasi yang perlu dipahami dalam melakukan perjanjian. Berikut ini adalah unsur-unsur wanprestasi: Terjadi Perjanjian di Atas Materai oleh Para Pihak: Perjanjian di atas materai oleh para pihak memberikan kekuatan hukum tersendiri bagi seluruh pihak perjanjian. Jika salah satu pihak melanggar perjanjian tersebut, hal tersebut termasuk dalam kategori wanprestasi. Ada Pihak yang Melakukan Pelanggaran Kesepakatan: Wanprestasi terjadi saat ada pihak yang melanggar kesepakatan, yang mengakibatkan kerugian bagi pihak lain. Sudah Dinyatakan Bersalah Tapi Tetap Melanggar Perjanjian: Terkadang, meskipun salah satu pihak sudah dinyatakan bersalah karena pelanggaran, mereka masih melanggar perjanjian tanpa jera. Faktor Penyebab Wanprestasi Wanprestasi bisa terjadi karena beberapa faktor. Berikut ini adalah faktor-faktor penyebab wanprestasi: Force Majeure atau Keadaan Memaksa: Terjebak dalam keadaan memaksa di luar kendali pihak tersebut bisa menjadi penyebab wanprestasi. Ini terjadi ketika salah satu pihak tidak mampu memenuhi kewajiban karena faktor di luar kendali mereka. Kelalaian Salah Satu Pihak: Kelalaian atau kesengajaan salah satu pihak dalam melanggar kesepakatan juga dapat menyebabkan wanprestasi. Pihak Sengaja Melanggar Perjanjian: Pihak yang dengan sengaja melanggar perjanjian juga bisa menjadi penyebab wanprestasi. Cara Mengajukan Gugatan Wanprestasi Jika Anda terlibat dalam perjanjian dengan potensi wanprestasi, Anda dapat mengajukan gugatan wanprestasi ke pengadilan perdata. Berikut adalah langkah-langkah cara mengajukan gugatan wanprestasi: Mendaftarkan Gugatan Wanprestasi ke Pengadilan: Lakukan pendaftaran gugatan secara tertulis kepada pengadilan yang sesuai dengan kapasitas gugatan tersebut. Membayar Biaya Panjar Perkara: Setelah gugatan diterima, bayar biaya panjar perkara yang diperlukan untuk proses administratif. Melakukan Registrasi Perkara: Registrasikan gugatan Anda untuk mendapatkan nomor gugatan. Melimpahkan Berkas Perkara ke Pengadilan: Berkas gugatan akan dilimpahkan ke pengadilan untuk proses selanjutnya. Menunggu Penetapan Majelis Sidang: Tunggu penetapan majelis sidang untuk proses sidang selanjutnya. Mengikuti Prosesi Sidang dengan Baik: Ikuti proses sidang dengan baik sesuai aturan yang berlaku. Dengan memahami apa itu wanprestasi, Anda dapat lebih siap dalam menghadapi risiko-risiko yang terkait dengan perjanjian di masa depan. Jaga baik-baik kesepakatan Anda dan pastikan untuk selalu memahami hak dan kewajiban Anda dalam setiap transaksi yang Anda lakukan.

Apa itu Wanprestasi: Pengertian, Unsur, & Dampak Hukum Read More »

Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah

Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah, Apa Bedanya?

Labalance.id – Di Indonesia, pilihan dalam sistem perbankan tidak hanya terbatas pada bank konvensional, tetapi juga bank syariah. Keduanya mungkin terdengar familiar, tetapi bagaimana sebenarnya perbedaannya? Mari kita telusuri lebih jauh mengenai perbedaan bank konvensional dan bank syariah. Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah   1. Prinsip Dasar Operasional Bank Konvensional Bank konvensional menjalankan operasinya berdasarkan kesepakatan nasional dan internasional serta mengacu pada hukum formal negara. Bank Syariah Sementara bank syariah beroperasi berdasarkan prinsip syariah Islam yang diatur dalam fatwa MUI. Aktivitasnya didasarkan pada prinsip syariah, seperti jual-beli dan bagi hasil. 2. Tujuan dan Fungsi Bank Konvensional Tujuan utama bank konvensional adalah memperoleh keuntungan sesuai dengan prinsip yang diakui oleh masyarakat umum. Bank Syariah Selain mencari keuntungan, bank syariah juga memiliki fokus pada prinsip syariah dalam menjalankan fungsi keuangannya, termasuk aspek sosial dan keadilan. 3. Sistem Operasional Bank Konvensional Sistem operasional bank konvensional biasanya menggunakan suku bunga dan perjanjian umum berdasarkan aturan nasional. Bank Syariah Bank syariah tidak mengenal konsep suku bunga; sebaliknya, mereka menggunakan prinsip bagi hasil atau nisbah dalam transaksi mereka. 4. Pengawasan Bank Konvensional Aktivitas bank konvensional umumnya diawasi oleh Dewan Komisaris. Bank Syariah Pengawasan bank syariah melibatkan lembaga seperti Dewan Syariah Nasional dan Dewan Pengawas Syariah. 5. Hubungan Nasabah dan Bank Bank Konvensional Hubungan antara nasabah dan bank konvensional umumnya adalah debitur dan kreditur. Bank Syariah Sementara pada bank syariah, hubungan antara nasabah dan bank terdiri dari beberapa jenis, termasuk penjual-pembeli, kemitraan, sewa, dan penyewa. 6. Pengelolaan Dana Bank Konvensional Pengelolaan dana pada bank konvensional dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku, tanpa mempertimbangkan prinsip agama. Bank Syariah Bank syariah mengelola dana berdasarkan prinsip Islam, sehingga dana tidak diinvestasikan dalam bidang yang bertentangan dengan nilai atau aturan Islam. Kesimpulan Perbedaan Bank Konvensional vs Bank Syariah Perbedaan antara bank konvensional dan bank syariah tidak hanya terletak pada model bisnis, tetapi juga pada prinsip dasar, tujuan, sistem operasional, pengawasan, hubungan dengan nasabah, pengelolaan dana, dan prinsip keagamaan yang mendasarinya. Memahami perbedaan ini dapat membantu Anda dalam memilih jenis perbankan yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai Anda. Jadi, apakah Anda tertarik untuk mengeksplorasi lebih lanjut tentang perbankan syariah?

Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah, Apa Bedanya? Read More »

Cara Menghitung Bunga Pinjaman Bank

Cara Menghitung Bunga Pinjaman Bank, Cepat dan Efektif!

LaBalance.id – Pada saat mengajukan pinjaman ke bank, langkah pertama yang perlu dipahami adalah cara menghitung bunga pinjaman. Meski terdengar sederhana, pemahaman yang mendalam mengenai cara menghitung bunga pinjaman bank dapat mencegah terjebak dalam hutang yang tak terkendali. Rumus dan Cara Menghitung Bunga Pinjaman   Memahami Dasar-dasarnya Secara umum, terdapat beberapa rumus sederhana untuk menghitung bunga per bulan Bunga Datar Bunga per Bulan = (Pokok Pinjaman x Suku Bunga x Jumlah Tahun Kredit) / Jumlah Bulan Bunga Efektif Bunga = Saldo Pokok x Suku Bunga / 12 Bunga Anuitas Bunga = Saldo Pokok x Suku Bunga / 12 Namun, perhitungan yang kompleks mungkin sulit untuk dipahami. Untuk itu, perlu dilakukan simulasi dengan mengacu pada rumus-rumus tersebut. Contoh Perhitungan Berbagai Jenis Bunga Pinjaman Bunga Datar Contoh Pinjaman 20 juta dengan bunga 10% per tahun. Jumlah Bunga 20.000.000 x 10% x 1 tahun = 2.000.000 Jumlah Bayar 20.000.000 + 2.000.000 = 22.000.000 Angsuran per Bulan 22.000.000 / 12 = 1.833.333 Contoh lain Pinjaman 20 juta dengan bunga 10% per tahun, lunas dalam 6 bulan. Jumlah Bunga 0,5 tahun x 10% x 20.000.000 = 1.000.000 Jumlah Bayar 20.000.000 + 1.000.000 = 21.000.000 Angsuran per Bulan 21.000.000 / 6 = 3.500.000 Bunga Efektif Contoh simulasi: Pokok Pinjaman Rp250 juta Tenor 15 tahun (180 bulan) Suku Bunga 10% per tahun Bunga Bulan Pertama (250.000.000 – 0) x 10% / 12 = 2.083.333 Bunga Bulan Kedua (250.000.000 – 1.388.888) x 10% / 12 = 2.071.759 Bunga Bulan Ketiga (250.000.000 – 1.388.888 – 1.388.888) x 10% / 12 = 2.060.185 Angsuran Bulan Pertama 1.388.888 + 2.083.333 = 3.472.221 Angsuran Bulan Kedua 1.388.888 + 2.071.759 = 3.460.647 Angsuran Bulan Ketiga 1.388.888 + 2.060.185 = 3.449.073 Bunga Anuitas Contoh simulasi: Pokok Pinjaman Rp250 juta Tenor 15 tahun (180 bulan) Suku Bunga 10% per tahun Cicilan Pokok 250.000.000 / 180 bulan = 1.388.888 per bulan Bunga 250.000.000 x 10% /12 = 2.083.333 per bulan Angsuran per Bulan 2.083.333 + 1.388.888 = 3.472.221 per bulan Ketahui Lebih Mendalam tentang Bunga Pinjaman Bunga pinjaman bukan sekadar beban, tetapi juga merupakan suatu bentuk ketidakseimbangan bagi pihak yang meminjamkan uang. Dalam industri perbankan, terdapat beberapa jenis bunga pinjaman dengan karakteristik berbeda Bunga Datar Jenis bunga ini tetap sepanjang periode pinjaman, seperti pada kredit kendaraan bermotor (KKB). Contoh perhitungan Pinjaman 20 juta dengan bunga 10% per tahun, membayar dalam setahun. Bunga Mengambang Suku bunga mengikuti perubahan di pasar keuangan. Contoh Penerapan KPR setelah masa suku bunga tetap berakhir. Bunga Efektif Diitung berdasarkan sisa pokok pinjaman, menguntungkan nasabah karena semakin kecil utangnya, semakin kecil pula bunga yang dibiayai. Contoh Simulasi Pokok pinjaman 250 juta, tenor 15 tahun, suku bunga 10% per tahun. Bunga Anuitas Jumlah angsuran pokok dan bunga setiap bulannya tetap. Contoh Kasus KPR dengan cicilan bulanan yang tetap. Pemahaman mendalam mengenai jenis-jenis bunga ini dapat membantu Anda membuat keputusan finansial yang lebih bijak dan mengelola pinjaman dengan lebih efektif.

Cara Menghitung Bunga Pinjaman Bank, Cepat dan Efektif! Read More »

Apa itu 5C dalam Pengajuan Kredit

5C Kredit Apa Saja? Pengertian dan Berikut 5 Prinsipnya!

LaBalance.id – Pilihan kredit tanpa agunan merupakan sarana finansial yang beragam, mampu memenuhi berbagai kebutuhan, mulai dari usaha hingga pendidikan, bahkan kredit perumahan. Meski demikian, penting untuk menyadari bahwa setiap persetujuan kredit dari pihak bank didasarkan pada prinsip 5C kredit. Prinsip 5C menjadi landasan utama dalam menentukan kelulusan suatu kredit. Bagi Anda yang ingin mengajukan kredit, pemahaman mendalam terkait hal ini menjadi krusial. Jangan khawatir, pada kesempatan ini, kami akan membahas secara lengkap dan menyeluruh mengenai prinsip 5C. Simak informasi berikut ini! Menyingkap Prinsip 5C Kredit dengan Lebih Jelas Bank tidak sembarangan menyetujui setiap permohonan kredit. Sebelum mengambil keputusan, bank memiliki kriteria tertentu yang harus dipenuhi oleh calon debitur. Prinsip 5C menjadi instrumen penting untuk menilai apakah pihak yang mengajukan kredit memiliki kapabilitas yang memadai. Prinsip 5C kredit terdiri dari lima poin kunci, yaitu character, capacity, capital, collateral, dan condition. Melalui analisis terhadap poin kelima ini, bank akan menentukan apakah seseorang layak mendapatkan persetujuan kredit. Selain prinsip 5C, yang memiliki relevansi yang sama dalam menilai kelayakan seorang calon debitur. Agar permohonan kredit Anda mendapat persetujuan, Anda perlu memenuhi kriteria yang terkandung dalam prinsip-prinsip tersebut. Kriteria ini tidak hanya diciptakan untuk melindungi pihak bank, tetapi juga untuk memberikan perlindungan kepada nasabah agar Anda mengetahui batas kemampuan kredit yang sesuai. Ketidakpenuhan kriteria berarti bahwa nasabah belum siap untuk melunasi kredit yang dimilikinya. Ini menjadi langkah penting dalam meminimalkan risiko seperti pembayaran kredit yang macet atau gagal. Setelah memahami dua jenis prinsip yang diterapkan oleh pihak bank, langkah selanjutnya adalah memahami pemahaman mendalam sebelum mengajukan kredit tanpa agunan. Hal ini memungkinkan Anda untuk mempersiapkan diri dengan kriteria yang harus dipenuhi sebagai pihak yang mengajukan kredit. Prinsip 5C Kredit yang Perlu Diketahui! Prinsip 5C menjadi titik fokus utama dalam memancarkan kemampuan seorang nasabah dalam menerima kredit yang diberikan. Prinsip ini tidak hanya memperhitungkan kemampuan ekonomi, tetapi juga melibatkan kepribadian dan latar belakang dari pihak yang mengajukan kredit. Untuk memahami lebih lanjut, mari kita telah secara rinci setiap poin yang terkandung dalam prinsip 5C. Penjelasan ini menjadi kunci persiapan sebelum Anda mengajukan kredit. Simak dengan penjelasan mendalam untuk setiap poin berikut: 1. Kapasitas (Capacity) Merupakan kemampuan seorang debitur untuk melunasi kredit yang dimilikinya. Kriteria ini bergantung pada dua faktor, yakni pendapatan dan kondisi usaha atau perusahaan yang dimiliki. Bank melakukan evaluasi terhadap kemampuan debitur untuk membayar kredit berdasarkan kemampuan Anda dalam menjalankan bisnis dan menghasilkan keuntungan. Semakin besar sumber pendapatan, semakin besar pula kemampuan untuk melunasi kredit. Jika usaha yang dijalankan mengalami masalah keuangan, pemberi kredit dapat menolak permohonan kredit. Hal ini bertujuan untuk menghindari risiko kredit yang sering muncul. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengajukan kredit sesuai dengan kapasitas dan kemampuan. Meminjam melebihi kemampuan membayar dapat membawa konsekuensi yang berat di masa mendatang. 2. Agunan (Collateral) Merupakan jaminan yang diserahkan kepada pihak bank. Konsep jaminan ini tidak asing lagi. Jaminan menjadi penentu apakah suatu kredit akan disetujui atau ditolak. Jaminan berfungsi sebagai perlindungan bagi bank apabila nasabah tidak dapat melunasi kreditnya. Jika kredit tidak dapat rusak, aset yang dijadikan jaminan akan disita dan menjadi milik bank. 3. Karakter (Character) Karakter menjadi kriteria awal yang dinilai oleh pihak bank. Melalui wawancara, bank menilai sikap dan latar belakang calon debitur. Hal ini penting untuk menilai keseriusan dalam mengajukan kredit. Beberapa faktor yang dapat menghasilkan proses persetujuan antara lain adanya catatan kriminal, sikap yang kurang baik, dan riwayat kredit yang buruk. 4. Modal (Capital) Capital khususnya relevan bagi nasabah yang mengajukan kredit usaha. Bank perlu mengetahui seberapa besar modal yang dimiliki sebelum memberikan persetujuan. Bank melihat catatan keuangan dari bisnis yang dijalankan untuk menentukan apakah nasabah layak menerima persetujuan atau tidak. 5. Kondisi (Condition) mencakup kondisi ekonomi dari pihak yang mengajukan kredit. Kondisi ekonomi ini menjadi pertimbangan apakah seseorang mampu membayar kredit yang diberikan oleh bank. Kondisi ekonomi atau usaha yang tidak stabil dapat menjadi alasan untuk menolak persetujuan kredit. Demikianlah diketahui prinsip 5C yang penting untuk sebelum mengajukan kredit. Bagaimana dengan Anda? Sudahkah Anda memenuhi prinsip kelima di atas? Perlu diingat, bank akan menilai dan menganalisis kemampuan nasabah dengan cermat dan bijak. Pastikan bahwa Anda memiliki kemampuan yang sesuai

5C Kredit Apa Saja? Pengertian dan Berikut 5 Prinsipnya! Read More »